navbar atas

  • Pendaftaran Siswa BaruVISI dan MISIProfil GuruMateriArtikelGallery

    Rabu, 20 Februari 2019

    Menciptakan Budaya Sekolah yang Religius

    Penulis : Wahyu Agus Salim, S.Pd.I., M.Pd.
    (Telah di muat di Koran Wawasan , 20 Februari 2017) 


    Budaya menurut para ahli diartikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliknya melalui belajar. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan budaya sebagai akal, pikiran, adat istiadat dan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah. Budaya dalam konteks sekolah dapat dipahami sebagai wujud dari bentuk norma, nilai-nilai, keyakinan tata upacara, ritual, tradisi, mitos yang dipahami oleh seluruh warga sekolah. Perbedaan wujud dan pelaksaaan ini yang tentunya membuat berbedanya budaya antara sekolah satu dengan lainnya. Setiap sekolah tentu mempunyai visi dan misi yang berbeda, visi misi tersebut bila dijalankan dengan konsisten akan membentuk prinsip yang dijalankan dan dipatuhi oleh setiap warga sekolah tidak terkecuali guru dan siswa.

    Kebiasaan memegang prinsip sesuai aturan yang disepakati itulah yang membentuk budaya yang pada akhirnya dapat menguatkan prinsip belajar dan berprestasi disekolah tersebut. Secara teori konsep sekolah kondusif dapat diciptakan melalui berbagai aspek diantaranya bentuk keharmonisan hubungan dengan menciptaklan jalinan yang baik antara Kepala Sekolah, pendidik maupun tenaga kependidikan. Komunikasi, kolaborasi dan partisipasi; ini menjadi bagian penting untuk bersama-sama dalam mengkondisikan siswa dalam menjaga dan menciptakan budaya religius. Kemanan; keamanan secara psikologis, kemanan fisik dan terakhir adalah kenyamanan lingkungan belajar yang representatif, bernuansa akademis, berdisiplin dan kompetitif.
     Pendidikan untuk siswa tanpa nilai agama hanya akan mencetak penjahat yang cerdik, maka pendidikan haruslah tidak hanya manifestasi nilai-nilai kemanusiaan yang sifatnya universal saja, namun memberikan nilai-nilai tersebut agar siswa dapat menunjukan Akhlaq mulia dalam pengabdiannya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan kepada sesama manusia serta lingkungannya atas dasar Aqidah yang lurus. Sehingga nilai yang didapat tidak hanya kompetensi (soft skill) terkait keduniawian saja namun moral agama yang akan mempedomani tiap individu untuk tetap berkelakuan baik saat sukses kelak. Strategi pengembangan Budaya religius tidak hanya disekolah berbasis agama atupun lembaga agama seperti pondok pesantren, namun budaya religius dapat diciptakan disemua sekolah dengan menerapkan visi misi sekolah tanpa menghilangkan sisi-sisi religius melalui misi disetiap program yang dijalankan. Sebagai contoh sederhana budaya saling uluk salam ketika masuk kantor, pembacaan asmaul’khusna tiap pagi sebelum pembelajaran, khotmil qur’an sebagai tindak lanjut dari ekstra Baca Tulis Al-quran (BTA), hafalan surat pendek, khitobah dan masih banyak lagi. 
    Aspek lain seperti cara berpakaian ataupun program kajian kita dan hukum agama baik ditingkat guru maupaun siswa. Demikian juga dengan siswa yang beragama dan keyakinan selain Islam seharusnya juga difasilitasi baik tempat sekaligus gurunya. Strategi pengembangan budaya sekolah dapat dilakukan diantaranya dengan mengoptimalkan suasana sekolah dan suasana kelas dalam hal ini sekolah menciptakan susasana seedukatif dan religius mungkin dengan memperbanyak kegiatan sosial dan keagamaan. 
    Mulai dari ektra kulikuler hingga menciptakan forum-forum kajian kecil baik guru dengan guru dan atau guru dengan siswa. Pembiasaan belajar dengan suasana tertentu akan menghasilkan pola pikir dan menumbuhkan motif berprestasi siswa serta memperkuat keyakinan dengan norma dan nilai-nilai positif pada siswa. keyakinan positif ini yang hingga pada akhirnya akan teraktualisasi menjadi sikap dan karakter siswa yang religius. Perilaku positif dan religius siswa yang diharpkan tentu tidak hanya ketika di sekolah saja namun saat di luar sekolahpun siswa tetap berpegang teguh dengan karakter religus. 
    Disinilah faktor dari luar sekolah berperan yaitu orang tua atau keluarga saat dirumah yang sangat dominan pengaruhnya serta peranan masyarakat juga penting untuk saling mengontrol sikap dan perilaku siswa. Sebagai contoh siswa diarahkan dan dibiasakan untuk langsung pulang kerumah bila tidak ada kegiatan setelah jam belajar di sekolah selesai. Demikian pula masyarakat pada ummnya untuk tidak segan memberikan teguran atau bila perlu melapor pada pihak terkait bila mendapati siswa yang kebetuan “nongkrong” di pinggir jalan pada jam sekolah maupun selepas pulang sekolah. Harapannya adalah iklim sekolah atau lingkungan belajar benar-benar menjadi tempat perlindungan bagi anak-anak dan bukan sebagai tempat yang kurang bersih dan fasilitas yang tidak sehat, hukuman fisik, intimidasi dari sesama siswa dan ketidakacuhan guru. 
    Namun sebaliknya sekolah dengan nuansa religius akan menjadi tempat yang terasa sejuk, nyaman, betah untuk terus belajar, sehingga internalisasi nilai-nilai dan karekater religius yang diharapkan lebih mudah dicapai. Pentingnya menanamkan budaya religius sejak dini adalah dalam rangka mempersiapkan generasi yang cerdas, bijak sekaligus bajik, sehingga permasalahan klasik yang menghinggapi siswa seiring pesatnya dampak teknologi informasi seperti pergaulan bebas (free sex) penyalahgunaan narkoba, serta kaburnya nilai nilai agama (dekadensi moral) dapat diminimalisir. Semoga.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar